Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Banjir Air Mata Di Dalam Shalat Dan Ketika Membaca Al-Qur`an (Seri Akhlaq 5)

Allah SWT menyanjung orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Allah SWT, “Sungguh telah beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.(al-Mukminun: 1-2)

Menangis di dalam shalat merupakan buah dari kekhusyu’an. Al-Hasan al-Basri RA berkata, “Ketahuilah bahwa orang-orang yang beriman adalah kaum yang dikendalikan oleh Al-Qur`an, membentengi dirinya dari kehancuran. Sesungguhnya seorang Mukmin adalah tawanan di dunia yang berusaha melepaskan dirinya. Dia tidak merasa aman hingga bertemu dengan Allah Ta’ala, karena dia tahu bahwa penglihatan, pendengaran, perkataan, dan semua gerakan anggota tubuh akan diminta pertanggung jawabannya.”

Beliau melanjutkan, “Aku telah menjumpai banyak kaum yang sangat zuhud terhadap apa-apa yang dihalalkan Allah daripada kezuhudan kalian terhadap apa-apa yang diharamkan Allah.

Kaum yang mata bathin mereka lebih tajam dalam mencermati masalah Agama dibandingkan mata kepala kalian.

Kaum yang sangat takut kalau-kalau kebaikan mereka tertolak daripada kalian yang sangat takut jangan-jangan akan disiksa akibat keburukan kalian.

Jika malam tiba mereka bangun mendirikan shalat malam, menempelkan jidat di bumi, air mata mengalir membasahi pipi, bermunajat kepada Allah agar membebaskan diri mereka dari tawanan dunia.”!!

Imam al-Ghazali RA telah berkata, “Disunnahkan menangis tatkala membaca dan mendengarkan al-Qur`an. Hal itu bisa terjadi dengan cara menghadirkan rasa sedih dan takut di dalam kalbu. Merenungi kandungan ayat yang dibaca atau di dengarkan, baik berupa ancaman yang biasa sampai yang sangat keras atau ikatan-ikatan perjanjian seorang hamba dengan Rabbnya. Kemudian bandingkan dengan keteledoran dan kekurangan dirinya yang lalai terhadap hal-hal tersebut!. Namun jika kesedihan tidak hadir di dalam kalbu, maka hendaklah ia menangisi hilangnya kesedihan tersebut, karena itu merupakan musibah terbesar.”

  • Abdullah bin Syikhkhir RA bercerita, “Suatu waktu Aku datang menemui Rasulullah, namun aku dapati ia sedang shalat. Dari rongga dada beliau terdengar isak tangis seperti suara periuk yang sedang mendidih.[1] Dalam sebuah riwayat dinyatakan, “Tiba-tiba terdengar dari dadanya suara menggelegak seperti suara penggilingan.” Ini menunjukkan kesempurnaan rasa takut beliau SAW kepada Rabbnya. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Aku adalah orang yang paling mengenal Allah di antara mereka. Dan aku pulalah yang paling tinggi ketakutannya terhadap Allah.”
  • Ibnu Mas’ud RA mengisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Bacakanlah ayat al-Qur`an untukku!” Aku bertanya keheranan, “Pantaskah aku membacakannya untukmu, sedangkan dia diturunkan kepadamu?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku lebih suka mendengar bacaan al-Qur`an dari orang lain.” Kemudian aku membaca surat an-Nisa` sampai ketika tiba pada ayat, “Maka bagaimakah (keadaan orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat, dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).(An-Nisa`: 41). Beliau memerintahkan aku berhenti dan aku pun menoleh ke arahnya maka aku pun melihat air matanya bercucuran.[2]Al-Hafizh Ibnul Hajar meriwayatkan dari Ibnu Batthal bahwasanya dia berkata, “Penyebab menangisnya Rasulullah SAW ketika mendengar untaian ayat ini, karena beliau menggambarkan diri beliau sedang menghadapi pengadilan dan ketakutan hari kiamat yang mengerikan, begitu berat dan riskannya keberadaan seorang saksi yang diundang untuk mengakui dengan jujur akan keadaan umatnya, dan permintaan beliau agar diterima syafa’atnya untuk penduduk mahsyar. Perkara ini memang pantas membuat orang terus terusan menangis. Dan yang tampak dari tangisan itu adalah kasih sayang beliau kepada umatnya, karena beliau SAW tahu bahwa dirinya mau tidak mau harus bersaksi atas semua perbuatan kaumnya yang terkadang melenceng dari syari’at dan tentunya akan membawa mereka ke lembah penyiksaan.”
  • Abdullah bin ‘Amr RA mengisahkan bahwa pada suatu hari di zaman Rasulullah terjadilah gerhana matahari dan hari itu bertepatan dengan hari wafatnya Ibrahim putra Nabi SAW sehingga orang-orang mengaitkan terjadinya gerhana dengan kematian Ibrahim dan berkata, “Gerhana terjadi karena kematian Ibrahim.” Maka Rasulullah SAW segera berdiri untuk shalat dan berdiri begitu lama seakan-akan tidak akan ruku’, lalu beliau pun ruku,’ begitu lama ruku’ beliau sehingga hampir-hampir tidak akan bangkit dari ruku’, lalu beliau pun bangkit dari ruku’, begitu lama beliau bangkit dari ruku’ sehingga hampir-hampir tidak akan sujud, lalu beliau pun sujud, begitu lamanya sujud beliau sehingga hampir-hampir tidak akan mengangkat kepala beliau, lalu beliau pun bangkit dari sujud, begitu lamanya beliau bangkit dari sujud sehingga hampir-hampir tidak akan sujud lagi, lalu beliau pun sujud, begitu lamanya beliau bersujud seakan-akan tidak akan bangkit dari sujud. Beliau menangis dan berkata, “Cukup, cukup, Wahai Rabb ku bukankah Engkau telah berjanji kepadaku agar tidak mengazab mereka (umat Muhammad) di saat aku bersama mereka? Wahai Rabb ku, bukankah Engkau telah menjanjikan daku agar tidak mengazab mereka sedangkan mereka selalu beristighfar? Dan kami beristighfar kepada-Mu.” Setelah beliau shalat dua raka’at gerhana pun hilang, lalu beliau pun berdiri serta memuji Allah dan berkata, “Sesungguhnya Matahari dan Rembulan itu dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah[3]
  • Abu Dzar RA menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan shalat malam hingga menjelang shubuh. Dalam shalatnya beliau senantiasa mengulang-ulang ayat, “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(al-Maidah:118). Dalam riwayat yang lain Abu Dzar berkata, “Aku mendengar Rasulullah dalam shalat malamnya, di ruku’ dan sujudnya beliau membaca berulang kali ayat, “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu.” Aku bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah!, apakah gerangan yang menyebabkan anda mengulang-ulang ayat ini hingga menjelang shubuh?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku meminta syafa’at kepada Rabbku untuk umatku, dan syafa’at itu akan diperoleh bagi siapa saja yang tidak menyekutukan Allah dengan suatu apa pun.[4]
  • Abdullah bin ‘Amr RA mengisahkan bahwa Nabi SAW membaca firman Allah tentang Ibrahim, “Wahai Rabbku Sesungguhnya mereka telah menyesatkan banyak manusia, maka barang siapa yang mengikutiku maka dia termasuk golonganku, dan barang siapa yang menentangku maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Dan perkataan Isa AS, “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Allah!, umatku, umatku,” beliau pun menangis. Kemudian Allah AWJ berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril!, pergilah kepada Muhammad dan Sesungguhnya Rabb-mu-lah yang Maha Mengetahui. Tanyakan kepadanya apa yang menyebabkan dia menangis! Kemudian Jibril pun menemui Rasulullah dan menanyakan sebab tangisannya. Lalu beliau memberitahu penyebab tangisannya sambil mengatakan bahwasanya Allah-lah yang lebih mengetahui. Kemudian Allah berkata, “Wahai Jibril!, pergilah kepada Muhammad dan katakan kepadanya bahwa Kami akan menjadikanmu rela tentang umatmu (maksudnya Allah akan menyenangkan hati Nabi dan membuatnya rela terhadap karunia yang akan diberikan kepada ummatnya, bahwa Dia tidak akan menyiksa umatnya), dan Kami tidak akan membuatmu sedih (dengan berlaku curang atau tidak menepati janji bahwa semua umat Nabi akan diselamatkan dari api neraka, edit)”
  • Atha` menceritakan bahwa dirinya beserta Ubaid bin Umair berkunjung ke rumah Ummul Mukminin ‘Aisyah RA. Ummul Mukminin berkata kepada Ubaid, “Baru sekarang engkau mengunjungi kami?” Ubaid berkata, “Wahai Ibu!, Aku katakan kepadamu seperti yang dikatakan oleh para pendahulu, “Jarang-jaranglah berkunjung, maka itu akan menambah rasa kangen.” Ummul Mukminin berkata, “Tinggalkan ucapanmu yang aneh itu[5].” Ibnu Umair berkata, “Beritakan kepada kami suatu perkara yang pernah anda lihat dari Rasulullah dan paling membuat anda takjub (terkesan)?” Ummul Mukminin pun terdiam, lalu berkata, “Pada suatu malam beliau SAW mengatakan kepadaku agar membiarkan dirinya hanyut dalam ibadah kepada Allah. Aku pun mengatakan kepadanya bahwa demi Allah aku sangat ingin berdekatan denganmu dan aku juga sangat suka akan apa saja yang membuatmu senang. Kemudian beliau SAW bangun untuk bersuci, dan setelah itu beliau larut dalam ibadah shalat. Dalam shalat tersebut beliau tak henti-hentinya menangis sehingga air mata beliau SAW membasahi jenggot beliau, dan tanah tempat beliau shalat. Dalam keadaan yang demikian Bilal mendatangi beliau untuk mengumandangkan azan shalat shubuh. Namun tatkala dia melihat Rasulullah SAW menangis, ia bertanya, “Wahai Rasulullah!, apakah gerangan yang menyebabkan engkau menangis padahal dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni?!” beliau pun menjawab, “Salahkah jika aku ingin menjadi hamba yang bersyukur.” Pada malam ini telah diturunkan kepadaku ayat yang berisi ancaman bagi siapa saja yang membacanya namun tidak memikirkannya, “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (Ali Imran: 189).[6]
  • Ibnu Umar RA mengisahkan bahwa tatkala sakit yang dialami Rasulullah semakin bertambah parah, beliau ditanya tentang siapakah akan mengimami shalat. Beliau pun menjawab, “Perintahkan Abu Bakar agar mengimami shalat!” ‘Aisyah pun menyela, “Wahai Rasulullah!, Abu Bakar itu laki-laki yang berhati lembut, apabila dia membaca al-Qur`an maka tangisannya akan mengalahkan bacaannya.” Dalam riwayat yang lain dinyatakan bahwasanya Abu Bakar kalau mengimami shalat, maka yang terdengar oleh para makmum adalah tangisannya saja.”[7] Masih dari ‘Aisyah berkenaan dengan pengusiran Abu Bakar oleh orang-orang Quraisy, dan masuknya Abu Bakar dalam suaka Ibnu Daghinah. ‘Aisyah berkisah, “Kemudian Abu Bakar membangun sebuah masjid di halaman rumahnya. Di dalamnya ia shalat dan membaca al-Qur`an. Wanita-wanita dan anak-anak orang-orang musyrik mulai rame mendatangi beliau, mereka terpana dan takjub menyaksikan perbuatan Abu Bakar, karena Abu Bakar adalah laki-laki yang suka menangis, ia tak dapat menahan cucuran air matanya tatkala membaca al-Qur`an.”[8]
  • Abdullah bin ‘Amr bercerita bahwa tatkala turun ayat, “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat).” (al-Zilzalah: 1) menangislah Abu Bakar ash-Shiddiq. Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya, “Apakah gerangan yang menyebabkan kamu menangis?” Abu bakar menjawab, “Wahai Rasulullah!, surat inilah yang membuat aku menangis.”
  • Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada Ubay bin Ka’ab, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan aku untuk membacakan ayat ini kepadamu, “Orang-orang yang kafir (QS. Al-Bayyinah)” aku pun berkata, “Apakah Allah menyebut namaku?” Rasulullah SAW pun menjawab, “Ya, benar.” Kemudian menangislah Ubay. Dalam riwayat lain dinyatakan, “Kemudian Ubay menangis.”[9]
  • ‘Amr bin Al-Harts meriwayatkan dari ayahnya, bahwasanya Abu Bakar RA tatkala berkhutbah, ia mengatakan, “Siapakah di antara kalian yang mau membaca surat at-Taubah?” Lalu seorang laki-laki menyanggupinya dan tatkala dia sampai pada ayat, “Tatkala dia (Muhammad) berkata kepada sahabatnya, ‘Jangan bersedih!,’.’ menangislah Abu Bakar seraya berkata, “Akulah sahabat tersebut.”[10]
  • Ath-Thabari meriwayatkan dari Ibrahim bin Dahim ad-Dimasyqiy, dari ayahnya, dari al-Walid bin Muslim, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abdulllah bin Salam RA, dia berkata, “Pada suatu hari aku duduk-duduk bersama beberapa orang sahabat Nabi SAW. Mereka berkata, “Siapakah di antara kalian yang mendatangi Nabi SAW dan menananyakan kepadanya tentang amal apakah yang paling disukai Allah?!” Kemudian turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.” (ash-Shaf: 2). Abu Salamah berkata, “Kemudian Abdullah bin Salam membaca surat ash-Shaf dari awal sampai akhir, dan Ia pun menangis.” Yahya berkata, “Kemudian Abu Salamah membaca surat tersebut di hadapan kami dari awal sampai akhir dan ia pun bercucuran air mata.” Al-Auza’I berkata, “Lalu Yahya bin Katsir membaca surat ash-Shaf dari awal sampai akhir di hadapan kami dan ia pun berlinangan air mata.” Al-Walid berkata, “Lalu al-Auza’i membaca surat ash-Shaf dari awal sampai akhir di hadapan kami dan air mata pun membanjiri pelupuk matanya.” Dahim berkata, “Lalu al-Walid membaca surat ash-Shaf dari awal sampai akhir di hadapan kami dan air mata pun bercucuran dari pelupuk matanya.” Ibrahim berkata, “Lalu Dahim membaca surat ash-Shaf dari awal sampai akhir di hadapan kami dan pelupuk matanya pun berbinar-binar oleh air mata.” Ath-Thabrani berkata, “Lalu Ibrahim membaca surat ash-Shaf dari awal sampai akhir di hadapan kami dan ia pun menangis.”[11]
  • Tatkala terjadi Hadits al-Ifki (tuduhan palsu atas ‘Aisyah) dan diturunkannya ayat yang membebaskan Ummul Mukminin ‘Aisyah RA dari tuduhan tersebut. ‘Aisyah bercerita, “Sebelum terjadinya peristiwa bohong tersebut, Abu Bakar selalu memberi nafkah kepada Misthah dan ibunya. Namun tatkala mereka menuduhku berzina, Abu Bakar bersumpah tidak akan memberikan mereka sesuatu apa pun. Akan tetapi ketika turun ayat, “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berjabat tangan. Apakah kalian tidak ingin diampuni Allah.” Abu Bakar menangis seraya berkata, “Aku ingin ampunan-Mu wahai Rabbku.” Kemudian ia pun kembali menafkahi Misthah dan ibunya.”[12]
  • Abu Shalih berkata, “Tatkala penduduk Yaman datang ke Madinah pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq RA, mereka mendengarkan al-Qur`an, lalu menangis. Kemudian Abu Bakar pun berkata, “Seperti inilah keadaan kami (para sahabat) dahulu, kemudian setelah zaman berlalu mengeraslah kebanyakan hati manusia.”[13]
  • Umar bin Khatthab RA adalah sahabat yang sering membaca surat Yusuf dalam shalat Isya` dan Shubuh. Ubaid bin Umair menceritakan bahwa Umar pernah mengimami mereka shalat shubuh. Kemudian dia membaca surat Yusuf, dan ketika sampai pada ayat, “Dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya.” (QS. Yusuf: 84). Menangislah Umar sampai ia tidak bisa melanjutkan bacaannya. Lalu ia pun ruku’.”
  • Abdullah bin Syaddad bin Hâd bercerita bahwa ia pernah mendengar suara tangisan Umar bin Khatthab RA dari shaf terakhir pada shalat shubuh, ketika ia membaca ayat, “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.(Yusuf: 86).[14]
  • Alqamah bin Waqqâsh menuturkan bahwa ia pernah shalat Isya` di belakang Umar bin Khatthab RA. Ia pun membaca surat Yusuf. Ketika sampai pada ayat yang menceritakan Yusuf, menangislah Umar, dan suara tangisannya terdengar olehku dari shaf yang paling belakang.[15]
  • Abu Abdurrahman al-Hubulliy menceritakan bahwa Uqbah bin ‘Amir RA adalah termasuk orang yang paling bagus suaranya di masa kekhalifahan Umar bin Khatthab. Umar berkata, kepadanya, “Bacakan untukku surat al-Bara’ah (at-Taubah).” Kemudian Uqbah membacanya dan Umar pun menangis sangat kencang. Kemudian berkata, “Aku tidak pernah menyangka bahwa surat ini telah diturunkan.”
  • Abu Ma’mar menuturkan bahwa Umar membaca surat Maryam. Ketika ayat sajdah beliau sujud dan berkata, “Di sini sujud!, lalu dimanakah tangisan!”[16]
  • Asy-Sya’biy berkata bahwa Umar bin Khatthab pernah mendengarkan seorang laki-laki sedang membaca, “Sesunggunya siksaan Rabbmu pasti akan terjadi. Tidak seorang pun yang dapat menolaknya.” (ath-Thur: 7-8). Kemudian Umar pun menangis, dan tangisannya semakin menjadi-jadi. Maka ia ditanya tentang hal tersebut. Ia pun menjawab, “Tinggalkan aku sendiri!, karena aku telah mendengar sumpah yang haq itu dari Rabbku.”
  • Abdurrahman bin Sa’ib berkata, “Suatu hari Sa’id bin Malik yang tengah mengalami kebutaan mengunjungi kami. Aku menyambutnya seraya mengucapkan salam. Kemudian beliau pun menanyakan tentang nama dan nasabku. Aku pun menyebutkan nama dan nasabku. Lantas ia berkata, “Selamat datang wahai anak saudaraku!, telah sampai kepadaku sebuah berita bahwa engkau membaca al-Qur`an dengan suara yang merdu. Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya al-Qur`an ini turun dengan (membawa) kesedihan yang mendalam. Maka apabilan kalian membacanya menangislah, jika kalian tidak bisa menangis paksakanlah untuk menangis, dan merdukanlah suara kalian ketika membacanya, karena barangsiapa yang tidak membaguskan suaranya tatkala membaca al-Qur`an, maka dia bukan dari golongan kami.[17]
  • Abdullah bin ‘Urwah bin Zubair berkata, “Saya bertanya kepada Asma ` nenek saya tentang keadaan para sahabat Rasulullah SAW di saat mereka membaca al-Qur`an?” Ia pun menjawab, “Keadaan mereka seperti yang telah Allah AWJ terangkan sifatnya dalam al-Qur`an, yaitu apabila mereka membaca (atau dibacakan untuk mereka) al-Qur`an, air mata mereka bercucuran dan tubuh mereka merinding”[18]
  • Masruq bin al-Ajda’ menuturkan bahwa pada suatu hari dia membaca ayat, “Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.(ath-Thuur: 27) di hadapan ‘Aisyah RA, lantas ‘Aisyah pun menangis seraya berkata, “Wahai Rabbku!, karuniailah kami dan selamatkanlah kami dari azab neraka.”
  • Nafi’ menceritakan bahwasanya Ibnu Umar apabila membaca al-Qur`an dan sampai pada ayat, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.(al-Hadid: 16), Ia menangis sehingga air mata membasahi jenggotnya, dan ia pun berkata, “Wahai Rabbku!, memang benar sudah waktunya!.”
  • Ibnu Abi Syaibah menuturkan bahwasanya Ibnu Umar jika dia membaca al-Qur`an dan sampai pada ayat, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.(al-Hadid: 16), ia mengulang-ulanginya sampai bacaannya hilang ditelan tangisan beliau.
  • Nafi’ juga menceritakan keadaan Ibnu Umar. Ia berkata, “Ibnu Umar tidak membaca ayat kecuali menangis, “Dan jika kamu menampakkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah Akan membuat perhitungan dengan kamu.(al-Baqarah: 284).

_________________________________________

[1] Diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi dalam kitab asy-Syamail, an-Nas`I, dan dishahihkan oleh al-Albani. Dan lafazh terakhir diriwayatkan oleh Abu Daud.

[2] Muttafaq ‘Alaihi.

[3] Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan at-Turmudzi dalam kitab asy-Syamail dan lafazh hadits di atas miliknya. Dan sumber hadits ada di Shahihaini.

[4] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah (1350), Ibnu Abi Syaibah, di shahihkan oleh al-Bushairi, sedangkan al-Albani menghasankannya.

[5]  Maksud ucapan Ummul mukminin ‘Aisyah RA ini adalah, bahwa banyak atau seringnya ziarah tidak menjadikan bosan, atau bahwa ziarah yang jarang dilakukan mutlak akan menambah sayang, karena Nabi saw teramat sering ziarah (bertamu) ke rumah sahabat-sahabatnya. Jadi semua tergantung kondisi, bisa saja keseringan berkunjung malah akan menambah sayang. edit.

[6] Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.

[7] Muttafaq ‘Alaih.

[8] Muttafaq ‘Alaih.

[9] Muttafaq ‘Alaih.

[10] Kisah ini dan kisah surat az-Zilzalah diriwayatkan oleh Jarir ath-Thabari.

[11] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan adh-Dhiya’ dalam kitab al-Mukhtarah.

[12] Hadits ini bersumber dari Shahihain.

[13] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah.

[14] Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman.

[15] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah.

[16] Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman.

[17] Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy dalam kitab Syu’abul Iman. Dan asal hadits ini ada dalam Shahihaini.

[18] Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy dalam kitab Syu’abul Iman. Dan Sa’id bin Manshur berkata, “Sanad hadits ini shahih.”