Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Al-Sunnah Dan Kedudukannya Dalam Islam

Al-Sunnah adalah jalan, tabiat, perilaku dan penjelasan. Sunnah Allah artinya hukum Allah yang diberlakukan dialam semesta ini, juga keterangan Allah, perintah dan larangan-Nya. Sedangkan sunnah menurut istilah adalah jalan hidup yang ditempuh oleh Nabi SAW yang mencakup sabda-sabdanya, perbuatan-perbuatannya dan ketetapan-ketetapannya secara umum.

Dan kata-kata al-Sunnah telah digunakan oleh Nabi SAW dan para ulama salaf untuk menunjuk kepada makna-makna berikut:

1. Sunnah berarti hadits, yaitu wahyu Allah SWT selain al-Qur`an. Rasulullah SAW bersabda:

(  تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِهِ )

“Aku tinggalkan ditengah-tengah kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu: kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik dan Hakim dishasihkan al-Albani)

2. Sunnah berarti agama yang ada pada Nabi SAW  yang meliputi ilmu, amal dan petunjuk yang dibawa oleh Nabi SAW. Sunnah disini berarti al-Qur`an dan al-hadits. Rasulullah SAW bersabda:

( فَمَنْ رَغِمَ عَنْ سُنَّتِىْ فَلَيْسَ مِنِّيْ )

“Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku maka dia bukan golonganku.” (HR. Bukhari)

( وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّتِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ... )

“Sesungguhnya barangsiapa diantara kamu hidup sesudahku maka ia akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka kamu wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa` Rasyidun sesudahku, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham.” (Hr. Ahmad,Ibn Abi Ashim, Baihaqi, Shahih)

Imam Makhul (w. 113 H) berkata; “Sunnah itu ada dua; yang satu mengambilnya adalah fardhu dan meninggalkannya adalah kufur. Yang kedua adalah sunnah yang apabila diambil itu adalah fadhilah dan bila ditinggalkan dan diganti dengan lainnya adalah dosa.”(Riwayat ad-Darimi)

3. Sunnah adalah ajaran Rasul SAW, berhadap-hadapan dengan bid’ah. Nabi SAW bersabda:

( مَا اَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلاَّ رُفٍعَ مِثْلُهَا مِنَ السُّنَّةِ )

“Tidak ada suatu kaum yang menciptakan bid’ah melainkan diangkatlah sunnah yang sepertinya.” (HR. Ahmad, dihasankan oleh ibn Hajar dan didhaifkan oleh al-Albani). Telah diriwayatkan seperti hadits diatas atsar dari Ibn Abbas, Hassan Ibn Athiyyah (120 H) dan Abu Idris al-Khaulani (8-80 H) (Abu Hamzah al-Sanuwi, al-Bid’ah wa Atsaruha al-Sayyi’ fi al-Ummah, hal 137)

Ibn mas’ud, Abu Darda dan Ubay Ibn Ka’ab berkata:

( الإِقْتِصَادُ فِى السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ اْلإِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ )

“Sederhana dalam sunnah itu lebih baik daripada serius dalam bid’ah.” (Darimi dan lain-lain, lihat Ilmu Ushhul al-Bida’: 55)

4. Sunnah berarti hukum sunnah (mandub, mustahab, nafilah) yaitu lawan dari hukum wajib, rasulullah SAW bersabda:

( إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ عَلَيْكُمْ صِيَامَ رَمَضَان وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ )

“Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas kamu puasa Ramadhan sedangkan aku telah mensunnahkan untukmu qiyamullailnya.” (HR. Ahmad)

5. Sunnah digunakan untuk menunjukkan kondisi generasi salaf yang mengikuti (ittiba’) ilmu dan amal Nabi SAW, karena itu mereka menyebut orang-orang berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dengan sebutan Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah.

6. Sunnah berarti akidah yang haqq, istilah ini terkenal penggunaannya pada abad ke-3 H. Pada masa para imam yang empat terutama pada masa Imam Ahmad.

 

SUNNAH ADALAH WAHYU

Didalam al-Qur`an sunnah itu disebut dengan hikmah, Allah SWT berfirman:

“Dan Allah menurunkn kepadamu al-kitab (al-Qur`an) dan al-Hikmah (al-Sunnah).”  (al-Nisa’; 113)

Allah SWT berfirman:

“Dan tidaklah dia berbicara dari kemauannya sendiri melainkan itu adalah wahyu yang diwahyukan.” (al-najm: 3-4)

Orang-orang Quraisy pernah menegur Abd Allah Ibn Amr RA yang mencatat semua perkataan Nabi SAW mereka mengatakan: “Apakah kamu menulis semua yang kamu dengar dari Rasulullah SAW? Padahal beliau berbicara pada waktu ridha dan pada waktu marah? Setelah Ibn Amr melaporkan hal itu kepada Nabi SAW, beliau memberi isyarat dengan jari telunjukknya kepada mulutnya dan bersabda: “Tulislah demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya tidak ada yang keluar dari mulut ini kecuali haq (benar) (HR. Ahmad, Abu Daud, Hakim dan Ibn Abd al-Barr)

Hasan al-Athiyah (w. 120 H) berkata; Jibril AS turun kepada Nabi Muhammad SAW dengan membawa sunnah sebagaimana ia turun membawa al-Qur`an.” (Syarhu Al-Ibanah: 128; Majmu Fatawa 3/366)

 

KEDUDUKAN SUNNAH DALAM ISLAM

Sunnah adalah syarah bagi al-Qur`an. Tugas Rasulullah SAW adalah:

1.)    Menyampaikan wahyu al-Qur`an:

2.)    Menjelaskan dan menerangkan wahyu al-Qur`an:

Nabi SAW menjelaskan al-Qur`an itu dengan tiga cara:

a.)    dengan ucapan

b.)    dengan perbuatan

c.)    dengan ketetapannya

oleh karena itu Allah SWT berfirman:

Karena itu al-Qur`an lebih membutuhkan kepada al-Sunnah daripada al-Sunnah kepada al-Qur`an, al-Sunnah itu sama kedudukannya dengan al-Qur`andalam hal menghalalkan dan mengharamkan. Rasulullah SAW bersabda:

( أَلاَ وَإِنِّيْ أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ )

“Ingatlah aku ini diberi al-Qur`an dan yang semisalnya bersamanya.” (HR. Ahmad, hakim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah dan Darimi, Shahih)

 

KEDUDUKAN HADITS AHAD DALAM AKIDAH

Para ulama ahlu sunnah dari generasi salaf hingga sesudahnya (termasuk imam yang empat) telah sepakat bahwa hadits ahad juga menjadi hujjah dalam masalah akidah, berbeda dengan ahli bid’ah dari kalangan Mu’tazilah yang menolaknya.

Yang menjadi ukuran adalah shahihnya sanad kepada Rasulullah SAW, bukan banyaknya sanad. Itulah yang berlaku semenjak Nabi SAW, hingga para sahabat dan para pengikut setianya. Nabi SAW bersabda:

( لَيَبْلُغَ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ )

“Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.” (Bukhari Musllim)

( نَضَّرَ اللهُ امْرِإٍ سَمِعَ مِنِّيْ حَدِيْثًا فَأَدَاهُ كَمَا سَمِعَ )

“Semoga Allah berbuat berseri-seri orang yang mendengar satu kata hadits dariku kemudian menyampaikannya sebagaimana ia mendengar.” (Syafi'i, Ahmad, Trmidzi, Abu Daud dan lain-lain)

 

ALLAH MEMELIHARA SUNNAH

Allah SWT telah menyempurnakan nikmat dan agama dan ridha Islam sebagai agama umat manusia hingga hari kiamat. Diantara kesempurnaan nikmat Allah SWT adalah jaminan Allah SWT untuk menjaga summer asli agama ini Allah SWT berfirman:

Ayat ini mencakup pemeliharaan Allah terhadap sunnah Nabi-Nya, maka Allah SWT mengamanahkan pewarisan sunnah ini kepada para sahabat RA manusia yang paling bersih hatinya, paling jernih akalnya, paling fasih lisannya dan paling lurus manhajnya, mereka mengemban amanah dengan biak diteruskan oleh para ulama yang terpercaya sesudahnya.

Sunnah Nabi SAW mendapatkan perhatian dari para pengikutnya dengan suatu perhatian yang tidak pernah diterima oleh sumber agama manapun. Sejak zaman Nabi SAW sunnah itu telah ditulis. Generasi demi generasi telah menjaga sunnah dengan baik sehingga tidak hilang dan tidak berkurang tetap orsinil dan bisa dipisahkan dari kepalsuan-kepalsuan.

 

MUSUH-MUSUH SUNNAH

Nabi SAW mengabarkan bahwa nanti akan muncul orang-orang yang ingkar kepada sunnah dan hanya berseru kepada al-Qur`an (hadits shahih dari Abu Rafi diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi dan lain-lain)

Pada zaman sahabat RA tida ada orang yang menragukan hujjah sunnah dalan tasyri’ atau hanya mengajak kepada  al-Qur`an tanpa panduan sunnah kecuali individu dan karena bodoh.

 Pada akhir abad kedua muncullah kelompk ingkar sunnah di kota Bashrah Iraq, maka muncullah Imam Syafi’i  sebagai pendekar sunnah.

Pada abad ketiga dan seterusnya hampir tidak disebut pengingkar sunnah secara mutlak melainkan pengingkar sunnah ahad saja yang dipelopori oleh Mu’tazilah dan Khawarij.

Adapun pemalsuan hadits maka telah terjadi sejak terbunuhnya Utsman RA, dan kemudian semakin menjadi-menjadi lewat tangan orang-orang Syi’ah dan orang-orang yang berhati jahat lainnya. Tetapi para  ulama telah berhasil mengungkap kebohongan mereka.

Sebelas abad kemudian tepatnya abad 14 H muncul orang-orang yang meragukan sunnah. Sayyid Ahmad Khan 91817-1890) tokoh liberal dari India dalam taraf tertentu dapat dipastikan sebagai pemuka skeptisisme terhadap hadits pada periode modern islam. Ahmad khan beranggapan bahwa banyak matan hadits yang berisi hal-hal yang meragukan dan tidak lazim.

Pandangan Ahmad Khan dikembangkan oleh Chiraq Ali dan Muhsin Al-Muluk dengan tesis  bahwa hadits sering disampaikan hanya maknanya bukan kata-kata aktual Nabi SAW.

Bahkan Ghulam Ahmad  Parwez (Pakistan) sampai berani mengatakan bahwa hadits shahih pun tidak mengikat umat Islam  dewasa ini  sebab pernyataan-pernyatan dan tindakan Nabi SAW ekstra Qur`ani (diluar petunjuk al-Qur`an) tidak luput dari kesalahan, lagipula tafsir Nabi hanya berlaku pada masanya.

Ironisnya ingkar sunnah pada saat sekarang ini sanadnya malah berakhir pada orang kafir asli yaitu prof. Dr. Ignaz Goldziher (1850-191) Yahudi tulen dari Honggaria yang biasa disebut sebagai bapak ingkar sunnah modern. Dan juga seorang orientalis lain yaitu Joseph Schact (1902-1969) Yahudi dari Jerman.

 

HUKUM INKAR SUNNAH

Secara umum, inkar sunnah atau Qur`aniyyun adalah bagian dari aqlaniyyun, yaitu orang yang mengandalkan kekuatan akalnya dalam beragama, mereka adalah termasuk ahli kalam yang hukum menurut imam Syafi’I “dipukuli dengan pelapah kurma dan sandal sambil dinaikkan onta lalu diarak keliling kota dan desa sambil dikata-katai: Inilah balasan orang yang meninggalkan al-Qur`an dan a-Sunnah dan mengambil akal sebagai gantinya.” (Dawud al-Ush’usy. 1996. I’lam al-Qashi wa ad-Dhani bi naqhdhi al-Fikr al-Aqlani. Majalah Furqan. Kuwait. Edisi 69 hal 51).

Seluruh generasi salaf telah berijma’ bahwa sunnah Nabi SAW adalah wahyu yang maksum, ia adalah sumber Islam kedua setelah al-Qur`an dan kedudukannya sama dengan al-Qur`an, wajib diterima dan diimani maka siapa yang menolak sunnah secara total ia adalah sesat dan kafir, karena ia telah memusuhi Rasul dan menginkari Ijma’ orang-orang mukmin (QS. An-Nisa: 115) Karena itu pula, majelis Ulama Indonesia telah memutuskan pada tanggal 16 Ramadhan 1403 H (27 Juni 1983) sebagai berikut:

  1. Aliran yang tidak mempercayai hadits Nabi SAW sebagai sumber hukum syari’at Islam adalah sesat menyesatkan dan berada diluar agama Islam.
  2. Kepada mereka yang secara sadar atau tidak, telah mengikuti aliran tersebut agar segera bertaubat.
  3. Menyerukan kepada ummat Islam untuk tidak terpengaruh dengan aliran yang sesat itu.
  4. Mengharapkan kepada para ulama untuk memberikan bimbingan dan petunjuk bagi mereka yang ingin bertaubat.
  5. Meminta dengan sangat kepada pemerintah agar mengambil tindakan tegas berupa larangan terhadap aliran yang tidak mempercayai hadits Nabi Muhammad  SAW sebagai sumber syari’at Islam. (Amin Jamaluddin, 2000, op.cit hal. 12-13)

Dr. Mutawalli al-Sya’rawi menulis bahwa inkar sunnah adalah bid’ah. Inkar sunnah berarti meragukan al-Qur`an karena sunnah adalah “bayan” bagi al-Qur’an. (QS. An-Nahl: 44)

Maka secara ringkas bisa kita  kemukakan sebagai berikut:

  1. Barangsiapa mengingkari sunnah secara keseluruhan, maka ia kafir keluar dari Islam sebab ia telah mendustakan Rasul SAW.
  2. Barangsiapa yang menolak satu hadits mutawatir atau yang dia yakini bahwa itu dari itu dari Rasulullah SAW kemudian ia menginkarinya, maka ia juga kafir karena telah mendustakan atau menentang Rasulullah SAW.
  3. Barangsiapa yang menignkari hadits ahad secara total maka ia juga kafir.
  4. Barangsiapa mengingkari hadits ahad dalam bidang akidah secara total, maka ia adalah bid’ah, akidahnya tidak sama dengan akidah kaum muslimin dan akidahnya dibangun diatas zhan dan khayal.
  5. Barangsiapa mengingkari satu hadits ahad karena satu illat yang disangkanya, maka ia tidak kafir karena ini adalah maslah ijtihad bagi orang yang memang sudah ahlinya. (Abu Hamzah al-Sanuwi, Khabar al-Ahad ‘Inda al-Ushuliyyin hidup. 105-108; Shalahuddin Maqbul, Zawabi’ fi Wajhi al-Sunnah, h. 123)

Ulama salaf mengatakan, “Semoga Allah merahmati orang yang mengerti kapasitas kemampuannya.”

 

Abu Hamzah Agus Hasan Bashari al-Sanuwi, Lc, M.Ag