Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Data Statistik: Ironis, Luas Sawah di Negeri Ini Makin Menciut

BANDUNG -  Badan Pusat Statistik (BPS) melansir bahwa lahan sawah yang saat ini luasnya sekitar 7,8 juta ha, cenderung menciut akibat konversi untuk memenuhi tuntutan pembangunan di berbagai sektor. Bahkan, sekitar 3,1 juta ha atau 42 persen  diantaranya terancam akan dialihfungsikan.

Kementerian Pertanian (Kementan) dan BPS mengungkap fakta, bahwa sepanjang tahun 2008 hingga 2010, laju konversi lahan sawah di Pulau Jawa sebesar 600 ribu hektar, atau bila dirata-ratakan mencapai 200 ribu hektar/tahun.

Data lain menyebutkan bahwa laju konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar/tahun, dan hanya mampu diimbangi oleh pemerintah dengan pencetakan 40 ribu hektar sawah baru setiap tahunnya. Artinya, setiap tahun ada ada lahan sawah seluas 60 ribu hektar yang lenyap. Tanpa upaya serius dari pemerintah, dapat dipastikan, kurang dari 20 tahun ke depan tak akan ada lagi lahan sawah di negeri ini. Mengapa? Sebab luas lahan sawah saat ini tinggal 7,5 juta hektar (ditambah 9,7 juta hektar lahan kering).

Belum lagi problem keadilan, bahwa pemilik sawah bukanlah petani yang mengelola lahannya. Petani penggarap (buruh), yang saban hari bercucur peluh, tak menikmati hasil yang sepadan dengan jerih payahnya. Bahkan masih berkutat di kubangan kemiskinan. Itu baru bicara tentang sawah.

Para pemimpin negara seperti baru sadar. Mereka berkumpul, dengan agenda utama penyelamatan lingkungan. Mereka mencari – dalam istilah pemikir Inggris Anthony Giddens – third way (jalan alternatif ketiga). Sebuah tatanan baru yang diyakini mengatasi kelemahan Sosialisme dan Kapitalisme, termasuk penyelesaikan kerusakan lingkungan hingga kelangkaan pangan. Reaksioner?

Islam Selamatkan Lingkungan

Prof. Maman Abdurrahman, penulis buku Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, memberikan penjelasan ihwal pandangan Islam terhadap permasalahan lingkungan dan ketahanan pangan.

“Barat mencari  jalan ketiga (third way) sebagai pola tertentu, gaya hidup tertentu untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan lingkungan. Padahal third way kita ini yang ditinggalkan banyak orang, ialah third way yang islami. Kita tidak perlu mencari third way, karena justru jalan pertama (first way) kita yaitu jalan Islam. Islam itu sendiri. Al Quran dan sunnah memberikan aturan sendiri tentang lingkungan,” tegas Guru Besar Universitas Islam Bandung (Unisba) ini.

Menurut Maman, Islam menjadi panduan dalam permasalahan lingkungan kini. Dalam Quran, Allah menyebutkan sekali tentang alam, langit dan bumi, lingkungan, pepohonan, buah-buahan, hewan, hutan, gunung, air, dan lainnya. Bahkan Allah menjadikan manusia khalifah, sebagai pengelola bumi. Namun, Allah juga telah menerangkan sifat manusia yang juga membuat kerusakan di Bumi.

“Karenanya, masalah lingkungan menjadi sangat penting. Saya setuju dengan pendapat Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam Fiqh Lingkungan, bahwa menjaga lingkungan (hifdzul ‘alam) adalah menjadi bagian tujuan agama (maqasidhus syariah ke enam).” Ungkap Prof. Maman. Hal ini, menurut Maman, lantaran dalam Islam, banyak contoh ibadah yang justru harus dilakukan ketika lingkungan itu baik.

“Sebagai contoh, himbauan untuk menjaga air sangat banyak dalam Quran, bahkan Allah menyebutnya sebagai sumber kehidupan. Adakah dalam ibadah Islam yang lepas dari air? Wudhu kita perlu air, shaum perlu air, bahkan zakat saja, untuk pertanian diperlukan air ketika bertani,” tegas sosok yang juga juga aktif memimpin Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum – Citanduy ini.

Maka, menukil Firman Allah SWT dalam Al Quran surat As-Syu’ara 128-129: “Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap bukit bangunan untuk bermain-main. Dan kamu membuat bangunan-bangunan dengan maksud kalian akan kekal”.Prof. Maman menyampaikan bahwa sejak awal Al Quran mengingatkan agar tidak merusak lingkungan, semisal larangan mendirikan bangunan di atas bukit dan gunung, karena dapat mengurangi daerah resapan, dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan rusaknya sumber air.

Lagi, Ketua Umum Persatuan Islam (PERSIS) ini menukil Al Quran Surat Al-Mursalat 25-27: “Allah berfirman 

‘Bukanlah kami jadikan bumi tempat berkumpul, baik yang hidup dan yang mati, dan kami jadikan gunung-gunung yang menancap, tinggi, dan Kami beri minum pada kamu air tawar”.  Jelas, Allah menekankan bahwa dari gununglah air berasal.

Setelah itu, Allah menegaskan dalam Al Quran Surat Ar Ra’d ayat 4: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

“Setelah berbicara buah-buahan, Al Quran pun berbicara pepohonan, kemudian tentang binatang, dan makhluk lainnya. Jadi, dalam Islam, tidak bisa kita hidup terpisah dari lingkungan. Karenanya, memelihara lingkungan menjadi wajib hukumnya bagi setiap muslim,” tegas Maman.

Hijaukan Alam, Hijaukan Ibadah. Menghijaukan semesta, menumbuhsuburkan ibadah kita kepadaNya.

 (voa-islam.com)