Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Semua Hari Adalah Hari Ibu!

Oleh: Joddy Oki Ibrahim

BERKATA seseorang kepada Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khaththab, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah sudah lunas hutang budi ku pada kebaikan-kebaikan ibuku?”

Ibnu Umar menjawab, “Belum, walau sekedar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu,” ujarnya.
Bayangkan, betapa besar dan beratnya perjuangan seorang ibu kepada kita semua. Dan betapa tidak kuasanya kita membalas semua kebaikan-kebaikannya.

Mari sejenak berkaca pada kisah Ibunda Hajar (istri Nabi Ibrahim a.s). Seorang bayi mungil bernama Ismail meraung dalam tangisnya karena dahaga yang teramat sangat. Saat itu air susunya telah habis, sementara terpaan panas dan badai padang pasir cadas menyergap mereka berdua diiringi deru angin dan debu yang menerpa mereka.

Ditelisiknya ke segala penjuru ternyata tak ada sama sekali sumber mata air. Hajar pun rela berlari bolak-balik dari bukit Shafa dan Marwah hingga tujuh kali hanya untuk mencari teguk air bagi buah hatinya. Walau kerikil-kerikil mencacah tapak kakinya. Sebuah pengorbanan yang tak tertandingi. Dengan kalimat tauhid yang maha dasyat, ia mengajarkan kita semua. “Jika ini perintah Allah, maka sekali-kali tiada pernah Dia menyia-nyiakan kami.”

Tak ada ceritanya harimau memakan akanya sendiri. Hampir semua ibu selalu berjuang mendahulukan kepentingan anak-anaknya disbanding dirinya sendiri.

Ketika jatah makanan di rumah kita terbatas, Ibu selalu berujar kepada kita, “Kalian pasti sangat lapar. Makanlah dan habiskan makanannya, keburu dingin.”

“Bagaimana denganmu Ibu?” “Tenang Nak, Ibu sama sekali tidak lapar.”

Mari sedikit menoleh ke Palestina, khususnya di Gaza.

Betapa banyak anak-anak belia yang menjadi hafizh Qur’an. Bayangkanlah apa yang terjadi di tempat itu 20 tahun ke depan dengan hadirnya generasi ini.

Sementara betapa pongahnya penjajah Israel memperlakukan generasi-generasi mungil ini dan betapa kejamnya Yahudi menjadikan wanita dan anak-anak sebagai target utama ujicoba senjata-senjata mematikan bantuan Amerika.

Sungguh, fakta yang terjadi karena mereka tak sudi bila dari rahim para Ibu di Gaza dan Palestina yang shalihah lahir generasi rabbani, di mana lisannya dan hatinya dipenuhi Al-Quran, karena ketakutan mereka kelak generasi seperti inilah yang akan mengembalikan kejayaan Islam.

Apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, para sahabat, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in, dan para salafus shalih pernah mengkhusukan dan memerintahkan “pemuliaan ibu” pada hari tertentu? Sebagaimana kita memperingatinya setiap tangga 22 Desember?

Sekali-kali tidak!

Karena sejatinya kemuliaanmu wahai ibu, bukanlah pada hari ini saja. Engkau berhak mendapatkan perlakuan istimewa, perkataan baik nan penuh hikmah, senyuman termanis, sambutan dengan wajah berbinar, dan dekap pelukan terhangat tiap harinya.

Bahkan bila seandainya hari ini (tanggal 22 Desember) tak pernah ada, bagiku seluruh hari adalah harimu, wahai Ibu.

Momentum 22 Desember 2014 ini mudah-mudahan menjadi “sentilan” bagi gelayut hati kita agar memaknai pentingnya birrul walidain beserta keutamaan dan pahala yang terselip di dalamnya.

Hari ini Ibu, maafkan kami yang selama ini mengaklaim diri kami menjadi orang sok sibuk hingga tak ada waktu menengokmu melalui pelupuk mata ini.

Doakan jika kelak Ibu sudah lanjut usia, kami tak sekali-kali mencelamu, sebagaimana kesabaranmu ketika kami semua kencing dan berak di pangkuanmu tanpa rasa marah.

Doakan jika kelak Ibu kita telah lanjut usia dan pikun, kami tak sekali-kali merendahkanmu, sebagaimana dulu engkau telah sabar mengajari kami nama-nama benda di alam sekitar ini.

Doakan jika kelak Ibu kita telah lanjut usia, janganlah sekali-kali kami merasa geram hanya karena ibu memuntahkan nasi karena kurang enak. Bukankah dulu kami juga sering memuntahkan bubur dan mengotori pakaianmu?

Dan janganlah pernah terselip dalam hati kami untuk meng-hijrahkanmu ke Panti Jompo dengan dalih “kehadiranmu sudah terlalu merepotkan dan mengusik kenyamanan istri dan anak kami”. Sekali-kali jangan!  Karena dulu, kami jauh lebih merepotkanmu, wahai ibu.

Pagi hari sebelum berangkat sekolah berlaku layaknya raja minta dibuatkan sarapan, siang hari ketika sudah pulang kita selalu melempar kaos kaki, baju, pakaian kotor sembarangan, seolah engkau hanya pembantu.

Kami jauh lebih merepotkanmu. Karena kami sering tak pamit saat keluar rumah. Masih seringnya menadah uang untuk banyak alasan, padahal kami gunakan hanya untuk berpesta pora di malam minggu.

Semoga peringatan Allah ini selalu menjagaku untuk terus memulikanmu, wahai ibu.

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbakti kepada) kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu dan hanya kepada-Ku lah kembalimu.“ (QS: Surah Luqman: 14).

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS: Surah Al-Israa: 23).

Sungguh kenikmatan dan kesyukuran Engkau Ya Allah, hingga masih memperkenankan melihat ibuku dan merasakan kasih-sayangnya hingga hari ini.

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

“Alloohummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa”.

“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil.” Amin.*

Penulis adalah mahasiswa Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang (UM), aktif di KAMMI UM dan FKKBiologi (Rohis Biologi) UM