Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Para Pejabat Muslim harusnya tak Ragu terhadap Pelarangan Miras

JAKARTA - Suatu anggapan yang salah jika berpikir bahwa sistem pemerintahan saat ini sudah islami. Contoh itu ditunjukkan pada saat penggodokan RUU Pengendalian Minuman Beralkohol tahun 2013.

Hal ini disampaikan Jubir Front Pembela Islam (FPI), Munarman, SH dalam “Pengajian Politik Islam” (PPI), Ahad, (26/01/2014), di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta.

Sebelum Peraturan Presiden (Perpres) Pengendalian dan Pengawasan minuman beralkohol, ditandatangani presiden, 6 Desember 2013, seharusnya anggota DPRD langsung berinisiatif mempelopori Peraturan Daerah (Perda) yang melarang penjualan  serta penyebarannya.

Karena itu, terbitnya Perpres dinilainya membuka ruang peredaran Minuman Keras (Miras) lebih luas.

“Kalau ada kekosongan semacam itu, maka masing-masing daerah harusnya segera mengajukan permohonan mengenai keberatan Miras diperjualbelikan secara bebas,” ucap pria kelahiran 16 September 1968 itu.

Menurut mantan Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu, para pejabat Muslim seharusnya tidak perlu ragu bersikap hitam-putih terhadap pelarangan minuman beralkohol. Pasalnya, Pemerintah Daerah (Pemda), Manokwari, Papua, berani mengeluarkan Perda pelarangan konsumsi dan pengedaran minuman haram.

“Bahwa Manokwari adalah kota pertama masuknya Injil di Papua. Dengan semangat kekristenan, menolak secara total Minuman Keras (Miras) di Papua. Itu Kristen, lho! Kenapa umat Islam nggak berani bersikap seperti itu?”ucap advokat itu sembari mengutip alasan pelarangan minuman beralkohol yang tertulis di Perda yang dikeluarkan oleh Pemda Manokwari.

Sebagai warga Tangerang Selatan, ia berinisiatif mengajukan keberatan atas RUU itu, pada DPRD di daerah tempat tinggalnya. Namun jawaban mereka, sangat mengecewakan.

“Ya, kita ini mesti toleransi. Kalau umat Islam nggak boleh minum, tapi kan kalau umat lainnya boleh,” ucap Munarman menirukan jawaban anggota DPRD yang berasal dari salah satu parpol Islam.

Mendengar hal itu, Munarman balik bertanya, “Toleransi dari mana? Anda mau toleransi dengan siapa? Mana buktinya bahwa orang diluar Islam boleh? Saya malu kalau Anda bilang ini toleransi!” geram Munarman.

Di hadapan orang tersebut, Munarman membeberkan kitab Injil, Wredha dan Tripitaka, justru melarang konsumsi minuman memabukkan itu.

Adalah menjadi pekerjaan rumah bagi parpol Islam, terus membina kadernya sampai wilayah akar rumput. Sebagai agen dakwah mereka seharusnya lebih ketat dalam menjaga umat jika ada kebijakan yang melanggar akidah.

“Akhirnya saya bilang, ya terserah Anda lah, Anda mau buat Perda atau nggak. Yang penting saya sudah menyampaikan. Dosanya Anda tanggung,”ucapnya kesal.

Tetap Memilih Parpol Islam

Walaupun begitu, pria yang pada 2013 pernah dicalonkan oleh Menteri Agama, Suryadharama Ali untuk menjadi Caleg PPP, menyatakan, memilih partai Islam adalah sebuah keharusan bagi seorang Muslim. Seringkali kita terpukau dengan kebaikan Caleg dari partai sekuler karena kebaikan yang tampak.

“Walaupun baik namun dia berasal dari partai sekuler, pada saat harus memutuskan kebijakan publik, maka ia akan terseret arus kebijakan partainya,”tutur Munarman.

Keputusan peredaran minuman keras menjadi contoh nyata. Partai sekuler dinilai setuju penjualannya di lokasi tertentu. Berbeda dengan partai Islam. Sejak awal terjadi penolakan. Jika pada akhirnya terjadi kompromi, itu merupakan hasil yang diperoleh setelah melewati tarik menarik negosiasi dengan penguasa.

Hidayatullah.com